The Miranda Warning

The Constitution reserves many rights for those suspected of crime. One of the fears of the Framers was that the government could act however it wished by simply saying an individual was a suspected criminal. Many of the rights in the Constitution and the Bill of Rights, such as habeas corpus, the right to remain silent, and the right to an attorney, are designed to ensure that those accused of a crime are assured of those rights.
Police were able to take advantage of the fact that not everyone knows their rights by heart. In fact, it is likely that most citizens could name a few of their rights as accused criminals, but not all of them. The police's position was that if the accused, for example, spoke about a crime without knowing that they did not need to, that it was the person's fault for not invoking that right, even if they did not know, or did not remember, that they had that right.
This was the crux of the issue in Miranda v Arizona. In 1963, Ernesto Miranda was accused of kidnapping and raping an 18-year-old, mildly retarded woman. He was brought in for questioning, and confessed to the crime. He was not told that he did not have to speak or that he could have a lawyer present. At trial, Miranda's lawyer tried to get the confession thrown out, but the motion was denied. In 1966, the case came in front of the Supreme Court. The Court ruled that the statements made to the police could not be used as evidence, since Miranda had not been advised of his rights.
Since then, before any pertinent questioning of a suspect is done, the police have been required to recite the Miranda warning. The statement, reproduced below, exists in several forms, but all have the key elements: the right to remain silent and the right to an attorney. These are also often referred to as the "Miranda rights." When you have been read your rights, you are said to have been "Mirandized."
Note that one need not be Mirandized to be arrested. There is a difference between being arrested and being questioned. Also, basic questions, such as name, address, and Social Security number do not need to be covered by a Miranda warning. The police also need not Mirandize someone who is not a suspect in a crime.

E-book Daftar Istilah Dalam Bahasa Hukum Indonesia

E-book Daftar Istilah Dalam Bahasa Hukum Indonesia
Data terhimpun dalam tabel Excel, media media Compact Disc 
Sampul : Hitam Putih
Disusun dan dihimpun oleh Advokat RGS & Mitra
Rp. 50.000,- | pemesanan dapat diajukan melalui
e : rgsimanjuntak@gmail.com
W.A : 0815-1177-1888

Pengiriman data melalui email
Dihimpun dan disusun oleh
Advokat RGSMitra
Robaga Gautama Simanjuntak, SH., MH.

Kata "Sejarah"

Kata "sejarah" atau history, berasal dari kata benda Yunani "istoria", yang berarti ilmu. Aristoteles menggunakan kata tersebut sebagai suatu pertelaan sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Biasanya, istilah "istoria" menunjuk kepada pertelaan mengenai gejala-gejala tentang hal ikhwal manusia dalam urutan kronologis. Sedangkan menurut definisi umum, sejarah [history] berarti 'masa lampau umat manusia'.

E-book Daftar Istilah Dalam Bahasa Hukum Indonesia


Determinisme

Determinisme berarti sikap yang menjadikan sebab akibat sebagai satu-satunya jalan untuk memahami realitas [alam], maupun tindakan dari manusia. Menurut determinisme, dalam semua realitas tersebut terdapat ketergantungan-ketergantungan dari fenomena-fenomena yang terkemudian, terhadap fenomena-fenomena yang terdahulu. Menurut pandangan determinisme, segala sesuatu dalam alam ini, termaksud manusia, diatur oleh hukum sebab musabab [kausal]. Apa yang terjadi suatu waktu merupakan hasil apa yang terjadi sebelumnya, sehingga sekarang selalu ditetapkan oleh kemarin.
 

Putusan Sela

Dalam proses jawab-menjawab secara tertulis yang dilakukan oleh para pihak [penggugat dan tergugat] di Pengadilan Negeri, hakim berwenang membuat putusan sela, yang dilakukan dengan memperhatikan dalil, serta landasan yuridis yang disampaikan para pihak. Apabila hakim mengabulkan permohonan putusan sela, maka persidangan bisa dihentikan [perkara tidak diterima dan dilanjutkan pemeriksaannya], namun apabila hakim menolak permohonan berarti proses pemeriksaan perkara dilanjutkan.

Permohonan putusan sela itu sendiri dalam praktek hukum acara perdata, biasanya diajukan oleh Tergugat, agar Majelis Hakim mengeluarkan putusan sela untuk menyatakan agar gugatan penggugat tidak diterima atau tidak dilanjutkan proses pemeriksaannya.

E-book Daftar Istilah Dalam Bahasa Hukum Indonesia

Acta Non Verba

Istilah yang biasa digunakan dalam menuntut kedisiplinan yang lebih senang dengan tindakan nyata dan bukan bukan perkataan berlaka.

Diskriminasi

diskriminasi : pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya).

In plain English, to "discriminate" means to distinguish, single out, or make a distinction. In everyday life, when faced with more than one option, we discriminate in arriving at almost every decision we make. But in the context of civil rights law, unlawful discrimination refers to unfair or unequal treatment of an individual (or group) based on certain characteristics, including : Age, Disability, Ethnicity, Gender, Marital status, National origin, Race, Religion, and Sexual orientation.

Access Denied [pengertian sederhana]

Access denied, memiliki pengertian sebuah akses yang ditolak. Pesan ini biasanya muncul ketika seseorang atau sebuah sistem tidak berhasil melewati suatu proses otorisasi [pemeriksaan keabsahan mengakses], pada saat akan memasuki sistem lain, bisa juga artinya folder tersebut dalam protection [misalnya oleh windows], namun perlu diwaspadai access denied karena karena diproteksi atau sedang “terkunci” oleh system karena terinfeksi virus.
Lihat Juga : Diklat Hukum : Mengenal Hukum Telematika


Hukum Gerak Aristoteles

Hukum gerakan Aristoteles menyatakan bahwa gerakan adalah suatu akibat, dan tiap-tiap gerakan selalu mempunyai sebab yang mendahuluinya. Teori ini bagi Aristoteles selanjutnya membawa kepada keharusan untuk mengakui adanya penggerak pertama, yang sekaligus merupakan penyebab utama.

lihat juga : CD Vendu Reglement dan Peran Bea Cukai 

Pohon Ilmu Hukum


PENOLOGI

Istilah Penologi dapat ditelusuri dari kata dasar Penal dan Logos/Logi. Penal (bahasa perancis) artinya pidana; atau Poena (bahasa latin) berarti hukuman/denda) atau Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman). Sedangkan Logos/Logi berarti ilmu pengetahuan. Dilihat dari kata dasar yang membentuk istilah Penologi, secara harfiah berarti suatu ilmu (logos) yang mempelajari tentang penal (pidana). Karena Penologi ini
ilmu yang mempelajari tentang pidana, perbuatan apa saja yang dapat dipidanakan, siapa saja yang dapat dipidana, mengapa dapat dipidana, kapan seseorang dapat dipidanakan, dan yang lebih penting bagaimana seseorang dapat dipidanakan baik secara prosedural maupun substantif. Lingkup Penologi tidak hanya meliputi suatu negara pada kurun waktu
tertentu. Oleh karena itu Penologi disebut juga sebagai politik kriminil (criminele politiek, control of crime) yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundang-undangan saja dan suatu tempat/negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah penal tanpa batas wilayah dan tanpa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pidana, tetapi juga yang di luar pidana. Penologi merupakan "anak kandung" dari Kriminologi yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat dan penanggulangnnya) secara ilmiah.

Minuman Beralkohol Tradisional

Minuman Beralkohol Tradisional adalah Minuman Beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.
 

Lex Superior Derogat Legi Inferior

Artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah [hierarki]. Mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak terlepas mengenai Stuffen Bow Theory - Hans Kelsen. Hans Kelsen dalam Teorinya mambahas mengenai jenjang norma hukum. Pendapatnya bahwa norma hukum itu berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarki tata susunan, yaitu digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan. Misalnya terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah dengan Undang-Undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi tingkatnya. Teori ini semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia, tertuang dalam UU-12-2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan undang-undang ini, menurut jenis dan hierarki-nya adalah :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta amandemen
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
 
 

Perjanjian Accesoir

Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Perjanjian accesoir contohnya adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia. Jadi, sifat perjanjian jaminan adalah perjanjian accesoir, yaitu mengikuti perjanjian pokok.

Harta Kekayaan

Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pemeriksaan Saksi Di Persidangan

Pemeriksaan saksi di persidangan, adalah sebuah seni untuk menyinggung kejujuran, dengan tujuan untuk menemukan kebenaran fakta yang tak bisa diperdebatkan, hingga dapat dibuat pada sebuah kesimpulan yang positif.

Ex Aequo Et Bono

Suatu yang harus diputus dengan prinsip ex-aequo et bono, adalah sebuah perkara yang harus diputus dengan prinsip apa yang ada dan terjadi, yang didasarkan kepada rasa keadilan.
Sebagian besar kasus hukum didasarkan pada aturan dan ketentuan hukum yang sangat ketat. Misalnya sebuah kontrak akan menjadi dianggap normal jika ditegakkan berdasarkan prinsip dan syarat sah-nya perjanjian dan sistem hukum yang berlaku, dengan tidak memperdulikan seberapa 'tidak-adil' kontrak itu dibuat dan mungkin saja dapat dibuktikan.
Terhadap sebuah kasus yang akan diputus dengan menggunakan prinsip ex-aequo-et-bono, diperkenankan untuk mengabaikan aturan dan ketentuan hukum yang sangat ketat, yang oleh karenanya dibutuhkan sebuah putusan [majelis hakim] yang didasarkan kepada apa yang adil dengan memperhatikan fakta atau keadaan yang terjadi sebenarnya.
Dalam praktek penerapannya, hal ini sering terjadi pertentangan yang sangat jelas dengan rasa keadilan sebagaimana tertuang dalam hukum tertulis, dalam perjanjian, sistem hukum atau hukum acara yang berlaku, dengan berbagai keterbatasan. Melalui ex aequo et bono, membuka komitmen untuk menegakan keadilan [bagi hakim] untuk menyelesaikan sengketa tanpa terikat kepada ketentuan hukum tertulis dengan hanya memperhatikan fakta, keadaan yang terjadi sesungguhnya.